April 12, 2013

Possibly Impossible

TIDAK MUNGKIN BISA? SIAPA BILANG?
oleh Syahneth Purbasari

Andai saja kala itu satuan tim unit Provider Management di departemen Health Business (sekarang divisi) menyerah begitu saja dan tidak mencoba sampai titik penghabisan, unit tersebut tidak akan pernah merasakan pengalaman yang langka ; dari lelahnya perjalanan udara dan darat, sedihnya dimaki bagian legal Rumah Sakit yang anti asuransi,  gondoknya di acuhkan para tenaga medis, serunya berjam-jam berkendara ke pelosok daerah terpencil, berpeluh menyiapkan sosialisasi diloteng RS di Medan, pede’nya tidur dipenginapan tengah sawah dipelosok Kalimantan, sampai ngerinya nyasar masuk ke kamar jenazah!

Salah satu calon klien Garda Medika yang dibidik pada saat itu sungguh perusahaan besar, memiliki jumlah karyawan nasional sekitar 13 ribu yang tersebar di 158 cabang nasional, maka syarat calon klien terbesar  itu untuk dapat memilih Garda Medika sebagai asuransi kesehatan karyawan nya adalah adanya jalinan kerjasama antara produk asuransi kesehatan Garda Medika dengan Rumah Sakit seluruh Indonesia minimal 600 RS, sementara Garda Medika sendiri saat itu baru berusia satu setengah tahun. Masih bayi istilahnya, mayoritas petugas RS pun belum pernah mendengar nama Asuransi Garda Medika sebelumnya. Pengajuan kerjasama non tunai dan sosialisasi sebanyak dan secepat mungkin, itu tugas mutlak.
Saat itu unit di Garda Medika yang mengelola RS baru hanya memiliki 104 jalinan kerjasama (yang memang pada OYP sejak awal adalah 100 RS setiap tahunnya), itu pun koleksinya masih area Pulau Jawa saja. Strategi pengajuan 500 kerjasama nasional yang idealnya berproses minimal 3 tahun, harus bisa dicapai dalam waktu kurang dari 6 bulan, dan dengan hanya tenaga unit tim 3 orang yang sangat tidak berpengalaman, alias ketiga personil tersebut adalah 'karyawan cabutan' ; 1 wanita mantan sekdir bernama Aneth, 1 lelaki mantan pegawai bengkel bernama Taufan dan 1 wanita mantan staf HRD bernama Sari, yang notabene ketiganya tidak ada yang paham betul mengenai berbagai macam karakteristik lembaga kesehatan. Jangan dibandingkan dengan health insurance company lain yang telah establish relatif lama dan butuh tim dengan personil utk mencapai kerjasama dengan 600 lebih penyedia layanan kesehatan seperti puskesmas, klinik dan rumah sakit seluruh Indonesia.
Namun,  menyerah begitu saja dan melepaskan premi besar hilang tanpa usaha sangat tidak bisa diterima, baik dari unit sampai divisi Garda Medika bersikeras premi tersebut harus diraih tahun itu juga. Tantangan yang sangat kurang ajar menantang. Tidak mungkin bisa? Siapa bilang??

Kemudian meeting-meeting strategi terus berlanjut sampai larut, seluruh anggota divisi garda medika ikut menyumbangkan ide dan tenaga. Dengan begin with the end is 500 in mind, tim menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Embrace change, periode proses ideal diciutkan, peta Indonesia dipampang di ruang miting dan dibagi 3 zona. Fisik disiapkan untuk perjalanan dinas yang harus dilalui. Tim synergy tersebut mendapat pinjaman total 13 personil dari departemen yang disebut task force team.

Silih berganti mereka terbang ke daerah-daerah yang ditugaskan, biasanya 1 propinsi sejumlah 10 RS dikerjakan bersama oleh dua orang berbarengan, namun kali ini seluruhnya berpencar tugas sendiri-sendiri termasuk personil wanita. Proactive dan Creative. Akhirnya, tepat 6 bulan di akhir tahun task force team mengumpulkan total hampir 500 surat rekanan yang ditandatangani oleh petugas RS yg berwenang, menandai bahwa RS tersebut telah bersedia menerima seluruh karyawan dari klien Garda Medika untuk dilayani kesehatannya secara non tunai (tanpa bayar dimuka). Dan otomatis syarat yang diberlakukan calon klien besar Garda Medika telah berada ditangan. Hampir 85% target RS setuju bekerjasama dengan Garda Medika, 15% sisanya merupakan RS bertipe RSUD yang menolak kerjasama dengan berbagai alasan diantaranya full capacity and cash only.

Bukan hanya target premi nya yang disasar dan berhasil diraih dalam waktu relatif singkat, melainkan banyaknya pengalaman ‘pembentuk jiwa’ yang tidak diduga sebelumnya.
Membentuk jiwa-jiwa yang tidak tahu menjadi tahu.
Membentuk jiwa-jiwa yang awalnya takut tantangan, menjadi haus tantangan.
Membentuk jiwa-jiwa yang biasa berfikir 'tidak mungkin' menjadi berfikir 'tiada yang tidak mungkin'.

Impossible, become POSSIBLE.
'What the world need is more people who specialize in the impossible' Theodore Roetke.