May 22, 2015
Dare To Be Different.
I Gusti Agung Bagus Parintosa.
Denpasar 5 Desember 1979 (36 tahun)
2. Bisa ceritakan masa kanak-kanak bapak?
Bisa dibilang saya beruntung sejak kecil dikelilingi keluarga yang relatif dekat, seringnya kegiatan agama Hindu dan upacara adat dalam kultur Bali membuat kami peduli dan saling bantu hampir dlm segala hal.
3. Apa cita2 bapak saat kanak-kanak? Kenapa menginginkan cita2 tsb?
Melihat Atu (ayah) saya sejak muda membangun bisnis otomotif, satu-satunya hal yg saya rasa paling pas sebagai cita-cita saat itu adalah menjadi seperti beliau, pengusaha di industri otomotif. It's all about cars and about how to get a living from cars.
3. Bisa jelaskan bagaimana pola asuh orangtua dalam mendidik bapak?
Family comes first. Apapun urgensinya, keluarga adalah prioritas.
Yang kedua adalah rasa tanggung jawab, orangtua tidak ajarkan saya melalui bicara, melainkan sikap dan cara memilih keputusan dalam hidup mereka yang buat saya paham utk selalu kenali resiko dan tanggung jawab yang ada dibalik setiap pilihan.
They don't ask me what to do, they show me the consequences before I decide.
4. Apakah pola asuh itu berpengaruh besar sehingga membentuk karakter bapak hingga saat ini?
Pastinya ya.
Pola asuh seperti itu yg buat saya jadi tidak pernah ragu melangkah mengikuti insting saya, meskipun keputusan tersebut tidak populer dan membuat saya akan kehilangan semua orang yang saya miliki, bahkan kehilangan kasih sayang orang tua sendiri (hahaha... bahaya juga pola asuh seperti itu ternyata bumerang buat orang tua)
5. Apa saja upaya bapak dalam meraih cita2?
Seiring tambah usia, justru saya memutuskan utk sementara menjauh dari Bali serta pull off dari bisnis otomotif Atu saya. Hunting ilmu bisnis yang belum pernah saya dapat sebelumnya, untuk kemudian bisa dipakai mendongkrak bisnis otomotif di Bali dengan ilmu & strategi sukses yang berbeda. Jadi diharapkan nantinya akan ada kemajuan yg lebih dari sekarang.
Sejak 3 tahun lalu saya banting setir merantau ke Jakarta dan membuka usaha kuliner, sambil belajar menjadi pebisnis sosial (social entrepreneur). Cita-cita awal yg relevan dgn tanggung jawab sebagai anak lelaki satu-satunya, tentu tidak akan saya tinggalkan karena kebetulan obsesi saya pun mobil dan motor. Dan syukurnya pas dengan tanggung jawab saya sebagai penerus Atu saya.
6. Bisa ceritakan perjalanan dan suka duka dalam mengejar cita2?
7. Mohon ceritakan kali pertama bapak bekerja.
8. Mohon ceritakan suka duka, jatuh bangun dalam karir dan pengalaman2 yang menyentuh dalam meniti karir.
Teman dan keluarga dekat saya mengenal saya sebagai seorang yang aneh dan sulit dimengerti. Cita-cita indah sudah didepan mata namun masih mencari diluar Bali dan belum puas karena saya punya mimpi tinggi, cita-cita dan mimpi bagi saya 2 hal yg berbeda, cita-cita saya adalah menjadi pebisnis otomotif meneruskan usaha orangtua, namun mimpi terbesar saya adalah memperluas 'ke-Bali-an'.
Bali itu kecil dan lihat saja semakin dimiliki warga asing kan? Saya bukan termasuk yang bangga bahwa Bali terkenal di dunia, karena yg mereka kenal itu adalah tanah dan keindahan seninya saja, bukan people nya. Jika people-nya tidak mau belajar diluar ilmu yg sekarang dan tidak meluaskan Bali diluar, maka siap-siap melihat ke-Bali-an disana selalu kalah dan semakin kecil.
Minggatnya saya punya tujuan. Saya ingin belajar ilmu pintar mereka yg bisa membeli tanah dan membangun property di Bali, ilmu & karakter bisnis yang mereka punya harus saya pelajari, dan mereka belajar ilmu itu tentunya tidak di Bali kan. Jadi nanti setelah saya belajar dan pulang, saya ingin membeli kembali dari mereka. Muluk? Harus!
Saya berharap masyarakat Bali tidak hanya puas dengan angka kedatangan wisatawan untuk kemudian merelakan satu demi satu lahan indah berpindah tangan, keinginan meraih mimpi muluk itulah yang buat saya minggat sementara dari klan saya. Saya tidak harus ikuti norma bahwa tradisi Bali cukup sulit menerima kondisi jika anak laki satu-satunya tidak berada 'ditempat' semestinya.
Rasanya saya tdk berwenang utk cerita tradisi ini, mohon googling saja ya..hehe..
Di Jakarta tanpa sepengetahuan keluarga, awalnya saya menikmati susahnya bekerja menjadi sales dari rumah ke rumah, berperan menjadi orang-orang yang biasanya di Bali saya marahi, bisa mengalami beratnya bekerja di Jakarta. Sebelum mendapat pinjaman modal buka warung khas Bali di Sunter saya pernah berjualan Mie Ceker Lalah dengan gerobak di pinggir jalan. Namun gagal ditengah jalan. Pengalaman hidup keras macam itulah yang saya cari selama ini.
Saya tidak ingin hidup senang tapi mati dalam kondisi susah, dan saya percaya orang yang matinya bahagia adalah mereka yang hidupnya mau susah.
9. Bisa ceritakan secara runut perjalanan mulai dari pekerjaan pertama
hingga sekarang? (Mohon sebutkan juga di bidang pekerjaan apa, posisi,
dan lokasi kantor)
Sekolah Menengah di Denpasar
Kuliah jurusan Ekonomi Management di Yogyakarta
Branch Manager KIA Motor Tuban Bali
Director Geely Motor Denpasar Bali
Salesman Hyundai Motor di Jakarta
Salesman MINI dan BMW di Jakarta
Owner dan Franchisor Warung Betutu Putu di Jabotabek (present)
Director KIA Bali - Nusa Tenggara (present)
Representative KIA Bali, di HO KIA Sunter Jakarta (present)
10. Siapa orang2 yang berjasa dalam kemajuan karir atau usaha bapak?
Orang tua dan istri saya.
11. Sejauh mana peran orangtua mendukung cita2 bapak dalam karir?
Saat ini orang tua yg dulu kaget dan tidak terima, sudah mulai mendukung pilihan hidup saya belajar dan bekerja di Jakarta.
12. Apa strategi bapak agar karir atau bisnis bapak semakin maju?Selalu merasa tidak puas sehingga mau belajar banyak hal berbeda dari yang sudah ada.
Menjadikan setiap industri bisnis adalah service business. Semua bisnis sukses bermula dari service yang excellent.
13. Apa kunci sukses bapak dalam karir?
Empati dan Ketegasan, kombinasi yang saya percaya sbg solusi utk banyak hal.
14. Apa moto hidup bapak?
Dare to be Different.
15. Apa hobi atau yang bapak lakukan saat senggang?
Traveling dengan keluarga
Mengendarai motor besar
*cuplikan wawancara dengan wartawan majalah karir di Jakarta, edisi Juni
Semoga hasilnya tidak diedit :)
May 18, 2015
Cari Jalan, jangan Cari Uang.
Duduk di depan saya dua perempuan muda. Sarjana Hukum lulusan UI. Wajah dan penampilan kelas menengah, yang kalau dilihat dari luar punya kesempatan untuk “cepat kaya”. Asal saja mereka mau bekerja di firma hukum papan atas yang sedang makmur, seperti impian sebagian kelas menengah yang memanjakan anak-anaknya.
Tapi keduanya memilih bergabung dalam satgas pemberantasan illegal fishing yang dipimpin aktivis senior: Mas Achmad Santosa. Dari foto-foto yang ditayangkan Najwa Shihab, tampak mereka tengah menumpang sekoci kecil mendatangi kapal-kapal pencuri ikan. Dari Ambon, mereka menuju ke Tual, Benjina, dan pusat-pusat penangkapan ikan lainnya di Arafura.
Itu baru permulaan. Sebab, pencurian besar-besaran baru akan terjadi dua-tiga bulan ke depan. Dan mereka, para pencuri itu, datang dengan kapal yang lebih besar. Bahkan mungkin dengan “tukang pukul” yang siap mendorong mereka ke laut menjadi mangsa ikan-ikan ganas.
Uang atau Meaning?
Di luar sana, anak-anak muda lainnya setengah mati cari kerja. Ikut seleksi menjadi calon PNS, pegawai bank, konsultan IT, guru, dosen dan seterusnya.
Seperti kebanyakan kaum muda lainnya, mereka semua didesak keluarga agar cepat mendapat pekerjaan, membantu keuangan keluarga, dan menikah pada waktunya. Cepat lulus, dan dapat pekerjaan yang penghasilannya bagus.
Tak sedikit di antara mereka yang beruntung bertemu orang-orang hebat, dari perusahaan terkemuka, mendapatkan pelatihan di luar negeri, atau penempatan di kota-kota besar dunia.
Tetapi semua itu akan berubah. Sebab atasan yang menyenangkan tak selamanya duduk di sana. Kursi Anda bisa berpindah ke tangan orang lain. Kaum muda akan terus berdatangan dan ilmu-ilmu baru terus berkembang. Bulan madu karier pun akan berakhir. Mereka akan tampak tua di mata kaum muda yang belakangan hadir.
Sebagian dari mereka juga ada yang menjadi wirausaha. Tidak sedikit yang tersihir oleh kode-kode yang dikirim sejumlah orang tentang jurus-jurus cara cepat menjadi kaya raya. Bisa saja mereka berhasil meraih banyak hal begitu cepat. Tetapi benarkah mereka berhasil selama-lamanya?
Pengalaman saya menemukan, orang-orang yang dulu begitu getol mencari uang kini justru tak mendapatkan uang. Di usia menjelang pensiun, semakin banyak orang yang datang mengunjungi teman-teman lama sekedar untuk mendapatkan pinjaman. Sebagian lagi hanya bisa sharing senandung duka.
Kontrak rumah dan uang kuliah anak yang belum dibayar, pasangan yang pergi meninggalkan keluarga dan serangan penyakit bertubi-tubi. Padahal dulu mereka begitu getol mengejar gaji besar, berpindah-pindah kerja demi kenaikan pendapatan.
Saya ingin membeitahu anda nasehat yang pernah disampaikan oleh Co-Founder Apple: Guy Kawasaki kepada kaum muda ia pernah mengatakan begini:
“Kejarlah meaning. Jangan kejar karier demi uang. Sebab kalau kalian kejar uang, kalian tidak dapat ‘meaning’, dan akhirnya tak dapat uang juga. Kalau kalian kejar ‘meaning’ maka kalian akan mendapatkan position, dan tentu saja uang.”
Lantas apa itu meaning?
Meaning itulah yang sedang dikerjakan anak-anak perempuan tadi yang saya temui dalam tapping program televisi Mata Najwa edisi hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei beberapa hari ke depan. Menjadi relawan dalam team pemberantas illegal fishing.
Dan itu pulalah yang dulu dilakukan oleh para mahasiswa kedokteran di STOVIA yang mendirikan Boedi Oetomo yang menandakan Kebangkitan Nasional Indonesia. Bahkan itu pula yang dijalankan oleh seorang insinyur lulusan ITB yang merintis kemerdekaan Indonesia, Ir. Soerkarno. Itu pula yang dilakukan para CEO terkemuka saat mereka muda.
Di seluruh dunia, para pemimpin itu lahir dari kegigihannya membangunmeaning, bukan mencari kerja biasa. Dalam kehidupan modern, itu pulalah jalan yang ditempuh para miliarder dunia. Mereka bukanlah pengejar uang, melainkan pengejar mimpi-mimpi indah. Seperti yang diceritakan oleh banyak eksekutif Jerman yang dulu menghabidkan waktu berbulan-bulan kerja sosial di Afrika. "Tidak saya duga, apa yang saya lakukan 20 tahun lalu itulah yang diperhatikan pemegang saham," ujar mereka.
Saya jadi ingat dengan beberapa orang yang mencari kerja di tempat saya, baik di UI maupun di berbagai aktivitas saya. Ada yang benar-benar realistis, datang dengan gagasan untuk membangunmeaning dan ada yang sudah tak sabaran mendapatkan gaji besar.
Kelompok yang pertama, sekarang bisa saya sebutkan mereka berada di mana saja. Sebagian sudah menjadi CEO, pemimpin pada berbagai organisasi dan tentu saja wirausaha yang hebat atau Ph.D lulusan universitas terkemuka.
Namun kelompok yang kedua, datang dengan tawaran yang tinggi. Ya, mereka menilai diri jauh lebih tinggi dari kemampuan mereka. Dan tak jarang ada yang diminta berhenti oleh keluarganya hanya beberapa bulan setelah bekerja, demi mencari pekerjaan yang gajinya lebih besar. Amatilah mereka yang baru menikah. Kalau bukan pasangannya, bisa jadi orangtua atau mertua ikut mengubah arah hidup dan merekapun masuk dalam pusaran itu.
Padahal, semua orang tahu orang yang mengejar meaning itu menjalankan sesuatu yang mereka cintai dan menimbulkan kebahagiaan. Dan bahagia itu benih untuk meraih keberhasilan. Orang yang mengejar gaji berpikir sebaliknya, kaya dulu, baru bahagia. Dan ini tumbuh subur kala orang dituntut lingkungannya untuk mengkonsumsi jauh lebih besar dari pendapatan.
Sebaliknya, mereka yang membangunmeaning, tahu persis, musuh utama mereka adalah konsumsi yang melebihi pendapatan.
Potret Diri
Kalau saya merefleksikan ke belakang tentang hal-hal yang saya jalani dalam hidup saya, maka dapat saya katakan saya telah menjalani semua yang saya sebutkan di atas. Sementara teman-teman yang 30 tahun lalu memamerkan kartu kreditnya (saat itu adalah hal baru bagi bangsa ini), pekerjaan dengan gaji besar, jabatan dan seterusnya, kini justru tengah mengalami masa-masa yang pahit.
Seorang pengusaha besar mengatakan begini: “Uang itu memang tak punya mata, tetapi mempunyai penciuman. Ia tak bisa dikejar, tapi datang tiada henti pada mereka yang meaning-nya kuat.”
Di dinding perpustakaan kampus Harvard saya suka tertegun membaca esay-esay singkat yang ditulis oleh para aplikan yang lolos seleksi. Dan tahukah Anda, mereka semua menceritakan perjalanan membangun meaning. Maka saya tak heran saat Madame Sofia Blake, istri duta besar Amerika Serikat di sini berkunjung ke Rumah Perubahan minggu lalu, ia pun membahas hal yang sama untuk membantu 25 putra-putri terbaik Indonesia agar bisa tembus diterima di kampus utama dunia.
Meaning itu adalah cerita yang melekat pada diri seseorang, yang menciptakan kepercayaan, reputasi, yang akhirnya itulah yang anda sebut sebagaibranding. Anda bisa mendapatkannya bukan melalui jalan pintas atau lewat jalur cara cepat kaya.
Meaning itu dibangun dengan cara yang berbeda dari yang ditempuh pekerja biasa. Dari terobosan-terobosan baru. Dan kadang, dari bimbingan orang-orang besar yang memberikan contoh dan mainan baru. Ya, contoh dan mainan itulah yang perlu kita cari, dan terobosan-terobosan yang kita lakukan kelak memberikan jalan terbuka.
Selamat mencoba. Selamat hari Kebangkitan Nasional. Jangan lupa pemuda yang dulu membangkitkan kesadaran berbangsa di negri ini adalah juga para pembangun meaning.
Prof. Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model dari social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Merubah Mental Passengers Menjadi Drivers.
source : kompas.com
Mereka Cari Jalan, Bukan Cari Uang - Kompas.com
I am browsing [Mereka Cari Jalan, Bukan Cari Uang - Kompas.com]. Have a look at it! http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/05/18/050000626/Mereka.Cari.Jalan.Bukan.Cari.Uang