Jumat Ke-3
"Apa menurut pendapat Ibu ttg perempuan mandiri?" tanya Rena kpd Weby pagi itu.
Segala hal yg Weby pelajari ttg menjadi seorang Konsultan seakan hilang dari kepalanya. Biasanya 70% waktu konsultasi Weby dipakai utk mendengarkan pasiennya, sisanya adalah berbicara. Namun ini kebalikannya. Biasanya Weby hanya menggunakan kata2 ; mengapa demikian? apa perasaan anda sekarang? sudah berapa lama anda merasakannya? Lalu pasiennya akan terus berbicara melanjutkan ceritanya.
Namun, kali ini Weby tdk dpt mempertanyakan masalah yg dialami Rena, belum.
Sambil memikirkan strategi agar berhasil mendapatkan cerita2 'sakit' Rena, Weby pun menjawab pertanyaan2 Rena. "Mandiri menurutku sifat yg positif, tp utk perempuan, sifat mandiri bs jd berbalik negatif. Tidak semua aspek kehidupan 'ramah' dgn kemandirian perempuan. Laki2 misalnya, menyukai perempuan mandiri, tapi tdk utk mandiri terhadap laki2 tsb. Ibu rasa kamu cukup cerdas utk memahami hal itu. Dan satu lagi, pernikahan jg tdk bersahabat dgn perempuan mandiri. Banyak pernikahan pasienku gagal krn kemandirian perempuan" tutur Weby.
"Jadi, saran ibu apa kalau aku dan pasanganku ingin bahagia dan tdk gagal selamanya. Aku trmsk perempuan mandiri. Sangat mandiri." lanjut Rena. Weby tersenyum, ia senang akhirnya Rena mulai terbuka dgn masalahnya. Kemudian Weby menjawab, "Ada pe er buat kalian berdua, terutama kamu Rena. Paksa dirimu membutuhkan pasanganmu selalu, meskipun kamu bs melakukan hal-hal sendiri. Jangan biasakan diri tanpa kehadiran atau dukungan dia, meskipun kamu sdg kecewa padanya".
Rena tersenyum sinis, "Pintar sekali Ibu menjawabnya, apa sudah pernah Ibu praktekkan sendiri?" tanyanya tiba2. Weby terkejut mendengar pertanyaan tajam Rena. "Apa maksudmu?" balas Weby, dengan tidak senang.
"Ibu pasti mengerti nasihat2 yg selalu Ibu jual kepada pasien2 Ibu bukan? Kenapa tdk Ibu jual ke diri sendiri? Kenapa Ibu bangga terlalu mandiri dan tidak butuh siapapun? Kenapa Ibu meninggalkan lelaki yg Ibu butuhkan? Kenapa Ibu selalu pergi setiap ada lelaki yg ingin mencopot jiwa mandiri Ibu? Kenapa?" cecar Rena.
"Yg sakit jiwa diantara kita siapa Bu sebenarnya?! Asal anda tau, ayah saya lumpuh sejak ditinggal anda, Bu! Ibu bawa pergi juga anaknya, adik tiriku! Karena anda, aku tdk hidup normal, tdk punya Ibu dan ayah normal, tdk punya siapa2!" airmata Rena mulai meluap, mengiringi kata2 yg berebut keluar dari bibirnya.
Sambil beranjak berdiri dari duduknya, Rena berkata dgn suara tegas dan tenang "Ibu Weby, anda boleh saja sempurna dan terhormat bagi semua orang. Tapi bagi saya, Ibu hanyalah wanita yg sibuk mencari makna bahagia yg tdk pernah Ibu rasa. Banggalah terus dengan kemandirian yg luar biasa. Terima kasih Bu. Selamat pagi". Tanpa menunggu respon dari Weby, Rena pergi meninggalkan wanita itu yg terpaku layaknya batu. Tubuh, jiwa dan otak tidak bergerak, hanya jantungnya yg berdetak menghentak.
Sepertinya, sang wanita terhormat itu sedang dikuliti jubah kesempurnaannya, secara paksa.
(bersambung)