Links to My other Dreams

December 29, 2011

Antara Natural dan Cultural

Apa ya makna dan beda antara natural dan cultural ?

Menurut sahabat saya, natural itu segala sesuatu yg di create Tuhan, sedangkan cultural adalah segala sesuatu yg dibentuk manusia.

Manusianya adalah natural, namun bagaimana manusia hidup adalah cultural.

Contoh paling sederhana adalah, setiap manusia yg hidup dimanapun harus makan. That’s natural.
Tapi bagaimana dan apa yg manusia makan, dibentuk manusia dan dipengaruhi oleh tempat dimana ia hidup. That's cultural.

Perasaan yg manusia miliki adalah natural, baik itu rasa marah, sedih, cinta, iba, adalah hal-hal yg tidak bisa tidak dirasa. Tuhan punya andil disini.

Namun bagaimana manusia yg berasa itu mengekspresikan rasa-nya, merupakan hal yg cultural.

Di negara Perancis misalnya, mengungkapkan rasa cinta dengan cara-cara yang romantis.
Sedangkan di negara Arab, laki-laki berhak mengungkap rasa marah dengan memotong tangan istrinya pada saat sang istri memutuskan untuk melanjutkan sekolah.
Kedua rasa tersebut pengungkapannya sudah dipengaruhi lingkungan dan budaya.

Singkatnya;
Natural and Cultural is, between the living thing and the way of living.
We can not live if we don’t know how to live.
So, there's nothing we can do best than learn wisely and continuously.

Unique. But those are called ‘the art of life’.
We should live our natural by culturally, side by side.
Balancing between natural and cultural, is the best thing we must do.

Yang menyesalkan adalah, ketika natural dikalahkan oleh cultural.
Ketika kekuatan Tuhan dikalahkan oleh kekuatan manusia.
Ketika semua yang manusia rasa, harus kalah dengan budaya dan cara beragama.
Ketika manusia merasa keyakinannya paling benar daripada keyakinan terhadap rasa yg diciptakan Tuhan

Tidak usah saja Tuhan menciptakan rasa bagi manusianya kan, untuk apa?
Tidak perlulah dua manusia yang merasa mencinta dipersatukan oleh pernikahan.
Pernikahan adalah buatan manusia.
Dan, apa perlu nya dua manusia yang tidak merasa saling mencinta dipaksa dipersatukan oleh pernikahan dan budaya?
Demi apa? Memuaskan manusia-manusia lainnya yang jelas-jelas tidak merasakan apapun?
Dan kenyataanya malah berbalik menyakiti manusia-manusia yang benar-benar diberi rasa tsb?
Siapa yang nantinya akan menyesal dan sibuk memperbaiki?

Balik lagi seperti yang diungkap diatas sebelumnya. Side by side.
Natural baiknya beriringan dengan cultural, jika berbenturanpun, tidak perlu saling mendominasi satu dengan lainnya.
Biarkan saja. Waktu yang akan menjawabnya.

Sekarang, sempatkan waktu bagi kita untuk merenung,
Tutup semua indera,
Telanjangi diri kita,
Lepas segala atribut duniawi.

Lalu, rasakan apa yang tertinggal dalam diri ini.
Fokus pada satu rasa yang sangat paling kita rasa.
Apa rasa malu terhadap tetangga?
Apa rasa marah terhadap masa lalu?
Apa rasa sedih terhadap keadaan ?

Bicaralah hanya dengan hati. Karena Tuhan bersemayam disana.
Bukan diluar diri kita, bukan di tanah kelahiran kita, bukan diatas langit, dan bukan dibawah tanah.
Tuhan, ada di hati kita masing-masing.

Percayalah, bahwa tiada rasa yang berhak mengisi hati selain rasa cinta.
Rasa dimana kita tidak pernah merasa sepi dan sendiri.
Rasa yang terdasar dan terkuat diantara rasa yang ada.

Jika kita membunuh rasa yang ada dihati, maka kita ‘mengesampingkan’ Tuhan.

Mari mencoba yakini rasa yang paling dasar dihati.
Sebab Tuhan tidak pernah memberi ‘petunjuk’ yang menyesatkan.

Rasamu, adalah petunjukNya.

No comments:

Post a Comment